kembalikan hak kami yang telah pemerintah pusat rampas secara halus dengan mengexpoitasi hutan kalimantan secara habis-habisan.
hentikan tindakan anda dengan mendatangkan investor yang membuat mayarakat kami menjerit.
hentikanh atau lepaskan kalimantan, itu mukin dampak jangka panjang dari akibat semua itu?
Senin, November 03, 2008
Minggu, April 27, 2008
ORANG DAYAK TIDAK MEMBAKAR HUTAN
sejak dari zaman nenek moyang orng dayak hidup dari hutan,hutan adalah rumah bagi orang dayak.kebakaran hutan yang terjadi dikalimantan jika ada yang mengataka dilakukan orang dayak itu tidak benar,benar orang dayk berladng dengan membakar lahan tapi itu semua terkendali sehingga tidak menyebabkan kebakaran hutan.kebakaran hutan dikalimantan di sebabkan oleh pembakaran lahan2 sawit dari perusahaan-perusahaan yang ada dikalimantan
Selasa, April 01, 2008
Pertambangan Cuma Menyisakan Kerusakan Lingkungan
KOmpas Kamis, 18 Desember 2003MALAM gelap tanpa ada penerangan listrik PLN di suatu perkampungan tambang batu bara di kawasan Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Kampung itu dari Kotabaru harus dijangkau lewat laut dengan menggunakan speedboat selama dua jam lebih.
KOMPAS terpaksa bermalam di rumah seorang makelar tanah untuk tambang batu bara ilegal. Sejak pagi, sang makelar dengan sepeda motornya membawa Kompas menembus jalan becek di hutan untuk melihat-lihat penambangan batu bara ilegal.
Sang makelar juga mengajak menelusuri perbukitan yang diyakini merupakan jalur batu bara kualitas tinggi. Jalur batu bara yang lahannya milik warga itu ditawarkan Rp 25 juta sampai Rp 50 juta saja untuk ditambang secara ilegal.
"Adik tadi sudah melihat deposit batu bara di sini, saya harap Adik bisa ikut investasi dengan kami," kata sang makelar. Selain menawarkan tanah, dia juga menawarkan keanggotaan kelompok untuk mengelola tambang ilegal.
Tak henti-hentinya sang makelar meyakinkan bisnis bersamanya akan aman. Selain aman, keuntungan yang diraih sudah pasti. Bayangkan, dengan modal Rp 25 juta untuk membeli tanah per hektar nantinya setelah ditambang akan mendapat fee dari penjualan batu bara hingga Rp 200 juta.
Keuntungan itu sungguh menggiurkan dibandingkan dengan jika tanah tersebut diserahkan ke PT Arutmin Indonesia. Arutmin merupakan perusahaan pertambangan resmi pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Arutmin hanya memberi "santunan" kepada pemilik lahan Rp 9 juta per hektar, baik ada tanaman di atasnya maupun tidak. Arutmin dalam kontrak dengan pemerintah memang tidak diperbolehkan menjalankan sistem fee kepada pemilik lahan seperti yang dilakukan penambang liar.
Sang makelar juga menceritakan, berubahnya wajah desa setelah para penduduknya terlibat penambangan liar. Tempat ibadah dan sekolah kini berdiri layak. Jalan desa kini terbuka dan pembangunan pun berjalan lancar tanpa campur tangan pemerintah.
Bisnis penambangan tersebut memang ilegal dari sisi hukum. Namun, sang makelar menegaskan, bisnis itu dijalankan secara "adil" karena membagi kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kampungnya secara lebih layak dibandingkan dengan mengikuti ketentuan PKP2B.
Berpuluh-puluh tahun penambang resmi menguras kekayaan bumi, tetapi tak memberi imbas bagi warga kampung. Pilihan penambangan liar seolah "balas dendam" atas tak diperhatikannya warga lokal. Penambangan liar menjadi harapan terakhir rakyat jelata memperbaiki nasib.
PENAMBANGAN liar memang menciptakan infrastruktur yang menggurita dan kokoh sehingga leluasa beroperasi. Berkat infrastruktur raksasa, Kalsel telah dinobatkan sebagai daerah penghasil batu bara ilegal yang terbesar di dunia.
Infrastruktur itu berupa jaringan informal mereka yang berawal dari warga pemilik lahan, makelar, pembeli tanah, perusahaan alat berat, penambang liar murni, penambang pemegang izin Kuasa Pertambangan (KP), para preman untuk keamanan lokasi, pekerja tambang, puluhan pelabuhan ilegal, pemilik kapal, trader (pedagang), hingga perusahaan- perusahaan pembeli (penampung). Selain itu, tentu saja ada beking dari invisible hand (tangan tak terlihat).
Praktik mereka semakin menarik karena kini para trader mengoplos bahan batu bara legal dengan batu bara ilegal secara canggih. Berkat para trader itu, nama "Batulicin Coal" yang dikenal murah-hasil praktik oplosan-kini tidak hanya dikenal perusahaan besar di Indonesia, melainkan juga di dunia.
Penambangan ilegal, walaupun memberi lapangan pekerjaan kepada warga lokal, telah merugikan negara lebih dari Rp 513 miliar, yang merupakan royalti 13,5 persen ke negara (dari tahun 1999 hingga 2003). Diandaikan produksi penambangan liar itu dibagikan gratis untuk tiga juta penduduk Kalsel, masing-masing warga bisa mendapat Rp 1,3 juta/orang.
Produksi penambangan batu bara ilegal memang fantastis. Tahun 1999 hingga April 2003, di Senakin Kotabaru, Kalsel, saja mencapai 4,6 juta ton, setara 115 juta dollar AS. Seluruh Kalsel produksinya empat kali Senakin atau 460 juta dollar AS sehingga total sekitar Rp 3,8 triliun.
Gubernur Kalsel Sjachriel Darham mengakui, penambangan tanpa izin (Peti) menimbulkan kerugian yang amat besar bagi Kalsel. Selain itu, Kalsel juga harus mewarisi bekas galian penambangan yang tanpa reklamasi. Padahal, untuk mereklamasi bekas galian itu butuh dana tak kurang dari Rp 3,4 triliun.
"Saya bingung siapa yang harus bertanggung jawab mereklamasi bekas galian itu. Saya sudah usulkan dana itu ke pemerintah pusat, tetapi belum dikabulkan juga," katanya.
Sjachriel mengakui, maraknya penambangan liar salah satunya dipicu oleh pemberian izin Kuasa Pertambangan (KP) yang tidak sesuai standar prosedur. "Bupati-bupati banyak memberikan KP tanpa meneliti secara saksama. Dengan mudah mereka mengeluarkan izin-izin skala kecil itu," ungkapnya.
BERKALI-kali Kepala Polda Kalsel Brigadir Jenderal (Pol) Dodi Sumantyawan menegaskan komitmennya untuk memberantas penambangan liar. Bahkan, selain operasi rutin, Polda Kalsel juga membentuk Satuan Tugas Gabungan Penanggulangan Penambangan Tanpa Izin.
Hasilnya, puluhan pelaku dibekuk dan jumlah penambang liar pun berkurang. Selain dari polda, sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk membekuk jaringan penambangan liar. Sayangnya, hanya sedikit pemda yang melakukan hal tersebut.
Dari sekian pemda yang mempunyai problem pertambangan, hanya Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) yang berani mengeluarkan kebijakan. Bupati HSS Muhammad Sapi’i mengeluarkan surat penghentian sementara (moratorium) penambangan batu bara di daerahnya.
Moratorium ditujukan kepada praktik penambangan yang dilakukan oleh PT Antang Gunung Meratus, pemegang izin PKP2B di HSS. Menurut Sapi’i, perusahaan-perusahaan tersebut telah memicu timbulnya penambangan liar yang tidak sesuai kaidah pertambangan yang baik.
"Perusahaan ini mensubkontrakkan penambangan kepada KUD. Jadi, dia menyuruh KUD untuk bekerja. Kalau pola ini diterapkan, hancurlah HSS. HSS tidak mendapat apa-apa, lalu di mana tanggung jawab perusahaan?" protesnya.
Perusahaan juga dianggap merusak lingkungan, dan hanya meninggalkan lubang-lubang bekas penambangan. "Empat jembatan dan jalanan juga rusak, belum lagi bekas galian yang belum direklamasi. Kerusakan jembatan lebih Rp 500 juta, sementara yang kita terima paling Rp 50 juta," ungkapnya.
DI Kalimantan Tengah, lain lagi masalahnya. Penambangan emas rakyat umumnya menggunakan bahan kimia berbahaya, merkuri (Hg), untuk melebur butir emas. Tidak kurang dari 65.000 penambang emas di Kalteng menggunakan bahan berbahaya tersebut dan membuang limbahnya langsung ke sungai.
Setiap tahun, tidak kurang dari 10 ton merkuri dibuang ke sungai-sungai di Kalteng. Tidak heran jika kemudian, dari 11 sungai besar di Kalteng, tujuh sungai di antaranya tercemar merkuri atau air raksa antara 0,002 dan 0,007 miligram (mg) per liter air. Ini jauh di atas ambang batas yang diizinkan, yakni 0,001 mg/liter. Akibat pencemaran sungai ini, selain mematikan berbagai biota sungai, juga sangat berbahaya jika airnya dikonsumsi masyarakat.
"Penggunaan air raksa di Kalteng sekarang sudah tidak terkendali lagi," kata Wakil Gubernur Kalteng Nahson Taway.
Di Kalimantan Barat, penambangan emas juga marak dilakukan di sejumlah sungai, seperti di Sungai Behe, Belantian, dan Sungai Landak di Kabupaten Landak. Bahkan, penambangan emas tanpa izin yang melibatkan pemodal-pemodal kuat juga mulai merambah Cagar Alam Mandor di Kabupaten Landak.
"Kami sangat kewalahan menangani penambangan emas liar," ungkap Wakil Bupati Landak Nocodemus Nehen.
Di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, upaya menertibkan penambangan emas liar sudah dilakukan. Namun, bukannya bertambah tertib, malahan kantor Bupati Kapuas Hulu Juli 2003 lalu dirusak massa yang berjumlah sekitar 500 orang-sebagian besar mereka penambang emas liar. Mereka memprotes penertiban itu dan meminta agar penambangan emas liar boleh dilanjutkan.
Di Kalimantan Timur, permasalahannya hampir sama dengan di Kalimantan Selatan, yakni penambangan batu bara telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat parah. Bahkan, kini tujuh perusahaan penambangan batu bara telah diizinkan melakukan penambangan batu bara di kawasan hutan lindung Kalimantan Timur.
Padahal, tanpa penambangan di hutan lindung pun, kerusakan lingkungan yang disebabkan penambangan batu bara sudah sangat parah. Begitu batu bara berhasil dikuras dari perut bumi Kalimantan Timur, areal bekas penambangan batu bara dibiarkan telantar. Hanya sebagian kecil perusahaan pertambangan yang mau melakukan rehabilitasi lahan (reklamasi).
Setiap diajukan tuntutan untuk melakukan reklamasi atau rehabilitasi di areal bekas penambangan batu bara, perusahaan selalu menolak dengan dalih belum memiliki teknologi untuk merehabilitasi areal bekas pertambangan. Alasan lain yang kerap dikemukakan, biaya rehabilitasi sangat besar sehingga tidak cukup dana untuk melakukan rehabilitasi lahan.
Padahal, kalau pengusaha mau serius melakukan rehabilitasi lahan, sebagian hasil tambang bisa saja disisihkan untuk memelihara lingkungan. Ini sangat dimungkinkan karena dari produksi batu bara nasional selama ini, sekitar 52 persennya dihasilkan dari Kalimantan Timur dan 26 persen di antaranya dihasilkan dari Kalimantan Selatan.
Pada tahun 2000, misalnya, dari total produksi batu bara nasional yang mencapai 75,8 juta ton, Kaltim memberikan kontribusi 38,04 juta ton dan Kalsel 27,2 juta ton. Begitu pula pada tahun 2001, dari total produksi batu bara nasional yang mencapai 92,5 juta ton, sekitar 48,2 juta ton dihasilkan Kaltim dan 33,4 juta ton dari Kalsel.
Karena itu, keengganan pengusaha melakukan rehabilitasi areal bekas tambang, sebenarnya lebih disebabkan kalangan pengusaha tidak punya tanggung jawab moral untuk menjaga kelestarian lingkungan. Maka, tidak salah jika ada tudingan bahwa kegiatan pertambangan selama ini menyebabkan kerusakan lingkungan belaka.
KOmpas Kamis, 18 Desember 2003MALAM gelap tanpa ada penerangan listrik PLN di suatu perkampungan tambang batu bara di kawasan Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Kampung itu dari Kotabaru harus dijangkau lewat laut dengan menggunakan speedboat selama dua jam lebih.
KOMPAS terpaksa bermalam di rumah seorang makelar tanah untuk tambang batu bara ilegal. Sejak pagi, sang makelar dengan sepeda motornya membawa Kompas menembus jalan becek di hutan untuk melihat-lihat penambangan batu bara ilegal.
Sang makelar juga mengajak menelusuri perbukitan yang diyakini merupakan jalur batu bara kualitas tinggi. Jalur batu bara yang lahannya milik warga itu ditawarkan Rp 25 juta sampai Rp 50 juta saja untuk ditambang secara ilegal.
"Adik tadi sudah melihat deposit batu bara di sini, saya harap Adik bisa ikut investasi dengan kami," kata sang makelar. Selain menawarkan tanah, dia juga menawarkan keanggotaan kelompok untuk mengelola tambang ilegal.
Tak henti-hentinya sang makelar meyakinkan bisnis bersamanya akan aman. Selain aman, keuntungan yang diraih sudah pasti. Bayangkan, dengan modal Rp 25 juta untuk membeli tanah per hektar nantinya setelah ditambang akan mendapat fee dari penjualan batu bara hingga Rp 200 juta.
Keuntungan itu sungguh menggiurkan dibandingkan dengan jika tanah tersebut diserahkan ke PT Arutmin Indonesia. Arutmin merupakan perusahaan pertambangan resmi pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Arutmin hanya memberi "santunan" kepada pemilik lahan Rp 9 juta per hektar, baik ada tanaman di atasnya maupun tidak. Arutmin dalam kontrak dengan pemerintah memang tidak diperbolehkan menjalankan sistem fee kepada pemilik lahan seperti yang dilakukan penambang liar.
Sang makelar juga menceritakan, berubahnya wajah desa setelah para penduduknya terlibat penambangan liar. Tempat ibadah dan sekolah kini berdiri layak. Jalan desa kini terbuka dan pembangunan pun berjalan lancar tanpa campur tangan pemerintah.
Bisnis penambangan tersebut memang ilegal dari sisi hukum. Namun, sang makelar menegaskan, bisnis itu dijalankan secara "adil" karena membagi kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kampungnya secara lebih layak dibandingkan dengan mengikuti ketentuan PKP2B.
Berpuluh-puluh tahun penambang resmi menguras kekayaan bumi, tetapi tak memberi imbas bagi warga kampung. Pilihan penambangan liar seolah "balas dendam" atas tak diperhatikannya warga lokal. Penambangan liar menjadi harapan terakhir rakyat jelata memperbaiki nasib.
PENAMBANGAN liar memang menciptakan infrastruktur yang menggurita dan kokoh sehingga leluasa beroperasi. Berkat infrastruktur raksasa, Kalsel telah dinobatkan sebagai daerah penghasil batu bara ilegal yang terbesar di dunia.
Infrastruktur itu berupa jaringan informal mereka yang berawal dari warga pemilik lahan, makelar, pembeli tanah, perusahaan alat berat, penambang liar murni, penambang pemegang izin Kuasa Pertambangan (KP), para preman untuk keamanan lokasi, pekerja tambang, puluhan pelabuhan ilegal, pemilik kapal, trader (pedagang), hingga perusahaan- perusahaan pembeli (penampung). Selain itu, tentu saja ada beking dari invisible hand (tangan tak terlihat).
Praktik mereka semakin menarik karena kini para trader mengoplos bahan batu bara legal dengan batu bara ilegal secara canggih. Berkat para trader itu, nama "Batulicin Coal" yang dikenal murah-hasil praktik oplosan-kini tidak hanya dikenal perusahaan besar di Indonesia, melainkan juga di dunia.
Penambangan ilegal, walaupun memberi lapangan pekerjaan kepada warga lokal, telah merugikan negara lebih dari Rp 513 miliar, yang merupakan royalti 13,5 persen ke negara (dari tahun 1999 hingga 2003). Diandaikan produksi penambangan liar itu dibagikan gratis untuk tiga juta penduduk Kalsel, masing-masing warga bisa mendapat Rp 1,3 juta/orang.
Produksi penambangan batu bara ilegal memang fantastis. Tahun 1999 hingga April 2003, di Senakin Kotabaru, Kalsel, saja mencapai 4,6 juta ton, setara 115 juta dollar AS. Seluruh Kalsel produksinya empat kali Senakin atau 460 juta dollar AS sehingga total sekitar Rp 3,8 triliun.
Gubernur Kalsel Sjachriel Darham mengakui, penambangan tanpa izin (Peti) menimbulkan kerugian yang amat besar bagi Kalsel. Selain itu, Kalsel juga harus mewarisi bekas galian penambangan yang tanpa reklamasi. Padahal, untuk mereklamasi bekas galian itu butuh dana tak kurang dari Rp 3,4 triliun.
"Saya bingung siapa yang harus bertanggung jawab mereklamasi bekas galian itu. Saya sudah usulkan dana itu ke pemerintah pusat, tetapi belum dikabulkan juga," katanya.
Sjachriel mengakui, maraknya penambangan liar salah satunya dipicu oleh pemberian izin Kuasa Pertambangan (KP) yang tidak sesuai standar prosedur. "Bupati-bupati banyak memberikan KP tanpa meneliti secara saksama. Dengan mudah mereka mengeluarkan izin-izin skala kecil itu," ungkapnya.
BERKALI-kali Kepala Polda Kalsel Brigadir Jenderal (Pol) Dodi Sumantyawan menegaskan komitmennya untuk memberantas penambangan liar. Bahkan, selain operasi rutin, Polda Kalsel juga membentuk Satuan Tugas Gabungan Penanggulangan Penambangan Tanpa Izin.
Hasilnya, puluhan pelaku dibekuk dan jumlah penambang liar pun berkurang. Selain dari polda, sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk membekuk jaringan penambangan liar. Sayangnya, hanya sedikit pemda yang melakukan hal tersebut.
Dari sekian pemda yang mempunyai problem pertambangan, hanya Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) yang berani mengeluarkan kebijakan. Bupati HSS Muhammad Sapi’i mengeluarkan surat penghentian sementara (moratorium) penambangan batu bara di daerahnya.
Moratorium ditujukan kepada praktik penambangan yang dilakukan oleh PT Antang Gunung Meratus, pemegang izin PKP2B di HSS. Menurut Sapi’i, perusahaan-perusahaan tersebut telah memicu timbulnya penambangan liar yang tidak sesuai kaidah pertambangan yang baik.
"Perusahaan ini mensubkontrakkan penambangan kepada KUD. Jadi, dia menyuruh KUD untuk bekerja. Kalau pola ini diterapkan, hancurlah HSS. HSS tidak mendapat apa-apa, lalu di mana tanggung jawab perusahaan?" protesnya.
Perusahaan juga dianggap merusak lingkungan, dan hanya meninggalkan lubang-lubang bekas penambangan. "Empat jembatan dan jalanan juga rusak, belum lagi bekas galian yang belum direklamasi. Kerusakan jembatan lebih Rp 500 juta, sementara yang kita terima paling Rp 50 juta," ungkapnya.
DI Kalimantan Tengah, lain lagi masalahnya. Penambangan emas rakyat umumnya menggunakan bahan kimia berbahaya, merkuri (Hg), untuk melebur butir emas. Tidak kurang dari 65.000 penambang emas di Kalteng menggunakan bahan berbahaya tersebut dan membuang limbahnya langsung ke sungai.
Setiap tahun, tidak kurang dari 10 ton merkuri dibuang ke sungai-sungai di Kalteng. Tidak heran jika kemudian, dari 11 sungai besar di Kalteng, tujuh sungai di antaranya tercemar merkuri atau air raksa antara 0,002 dan 0,007 miligram (mg) per liter air. Ini jauh di atas ambang batas yang diizinkan, yakni 0,001 mg/liter. Akibat pencemaran sungai ini, selain mematikan berbagai biota sungai, juga sangat berbahaya jika airnya dikonsumsi masyarakat.
"Penggunaan air raksa di Kalteng sekarang sudah tidak terkendali lagi," kata Wakil Gubernur Kalteng Nahson Taway.
Di Kalimantan Barat, penambangan emas juga marak dilakukan di sejumlah sungai, seperti di Sungai Behe, Belantian, dan Sungai Landak di Kabupaten Landak. Bahkan, penambangan emas tanpa izin yang melibatkan pemodal-pemodal kuat juga mulai merambah Cagar Alam Mandor di Kabupaten Landak.
"Kami sangat kewalahan menangani penambangan emas liar," ungkap Wakil Bupati Landak Nocodemus Nehen.
Di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, upaya menertibkan penambangan emas liar sudah dilakukan. Namun, bukannya bertambah tertib, malahan kantor Bupati Kapuas Hulu Juli 2003 lalu dirusak massa yang berjumlah sekitar 500 orang-sebagian besar mereka penambang emas liar. Mereka memprotes penertiban itu dan meminta agar penambangan emas liar boleh dilanjutkan.
Di Kalimantan Timur, permasalahannya hampir sama dengan di Kalimantan Selatan, yakni penambangan batu bara telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat parah. Bahkan, kini tujuh perusahaan penambangan batu bara telah diizinkan melakukan penambangan batu bara di kawasan hutan lindung Kalimantan Timur.
Padahal, tanpa penambangan di hutan lindung pun, kerusakan lingkungan yang disebabkan penambangan batu bara sudah sangat parah. Begitu batu bara berhasil dikuras dari perut bumi Kalimantan Timur, areal bekas penambangan batu bara dibiarkan telantar. Hanya sebagian kecil perusahaan pertambangan yang mau melakukan rehabilitasi lahan (reklamasi).
Setiap diajukan tuntutan untuk melakukan reklamasi atau rehabilitasi di areal bekas penambangan batu bara, perusahaan selalu menolak dengan dalih belum memiliki teknologi untuk merehabilitasi areal bekas pertambangan. Alasan lain yang kerap dikemukakan, biaya rehabilitasi sangat besar sehingga tidak cukup dana untuk melakukan rehabilitasi lahan.
Padahal, kalau pengusaha mau serius melakukan rehabilitasi lahan, sebagian hasil tambang bisa saja disisihkan untuk memelihara lingkungan. Ini sangat dimungkinkan karena dari produksi batu bara nasional selama ini, sekitar 52 persennya dihasilkan dari Kalimantan Timur dan 26 persen di antaranya dihasilkan dari Kalimantan Selatan.
Pada tahun 2000, misalnya, dari total produksi batu bara nasional yang mencapai 75,8 juta ton, Kaltim memberikan kontribusi 38,04 juta ton dan Kalsel 27,2 juta ton. Begitu pula pada tahun 2001, dari total produksi batu bara nasional yang mencapai 92,5 juta ton, sekitar 48,2 juta ton dihasilkan Kaltim dan 33,4 juta ton dari Kalsel.
Karena itu, keengganan pengusaha melakukan rehabilitasi areal bekas tambang, sebenarnya lebih disebabkan kalangan pengusaha tidak punya tanggung jawab moral untuk menjaga kelestarian lingkungan. Maka, tidak salah jika ada tudingan bahwa kegiatan pertambangan selama ini menyebabkan kerusakan lingkungan belaka.
Lingkungan
Pelaku Kayu Ilegal di Kalimantan Timur DitangkapRabu, 26 Mei 2004 20:51 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Timur menangkap pelaku kayu ilegal sebanyak 21.627 ribu meter kubik. Direktur Utama PT Hutan Alam Kalimantan, HM, karyawan perusahaan daerah, Ir.T dan pemilik CV HKU, HK bin TA ditetapkan sebagai tersangka. "Mereka melanggar izin pemanfaatan kayu dan menebang pohon di luar izin," kata Kepala Divisi Humas Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Paiman di Jakarta, Rabu (26/5).Terkait dengan kasus itu, 21 saksi diperiksa, diantaranya Ir. HMH, YP bin L, GS bin S, AU bin HU, TK bin L, LU bin L, Y, H, DMK, RD, ARA, AS, RP, A, S, ZS, I dan D. Polisi juga menyita barang bukti, seperti 21 alat berat (empat traktor komatsu, dua traktor catterpilaar dan tujuh logging truck volvo) dan lima kapal phinisi -satu di antaranya ditangkap saat berlayar menuju Tawao-Malaysia.Untuk kasus PT. Hutan Alam Kalimantan, polisi menyita kayu ilegal sebanyak 13. 927 ribu. Penyitaan dimulai sejak 13 Mei 2004 dari Desa Merapun, Kecamatan Kelai, Kabupaten Berau. Sementara itu, Ir. T dan HK bin TA terlibat kasus ilegal berdasarkan penyidikan pada 14 April 2004 yang menemukan 7700 meter kubik kayu log milik CV. HKU di Desa Tanjung Parapat, Kecamatan Biduk-Biduk, Kebupaten Berau. "Kayu-kayu itu tidak mempunyai dokumen dan alat-alat beratnya tidak ada izin pendaratan," kata Paiman.
Pelaku Kayu Ilegal di Kalimantan Timur DitangkapRabu, 26 Mei 2004 20:51 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Timur menangkap pelaku kayu ilegal sebanyak 21.627 ribu meter kubik. Direktur Utama PT Hutan Alam Kalimantan, HM, karyawan perusahaan daerah, Ir.T dan pemilik CV HKU, HK bin TA ditetapkan sebagai tersangka. "Mereka melanggar izin pemanfaatan kayu dan menebang pohon di luar izin," kata Kepala Divisi Humas Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Paiman di Jakarta, Rabu (26/5).Terkait dengan kasus itu, 21 saksi diperiksa, diantaranya Ir. HMH, YP bin L, GS bin S, AU bin HU, TK bin L, LU bin L, Y, H, DMK, RD, ARA, AS, RP, A, S, ZS, I dan D. Polisi juga menyita barang bukti, seperti 21 alat berat (empat traktor komatsu, dua traktor catterpilaar dan tujuh logging truck volvo) dan lima kapal phinisi -satu di antaranya ditangkap saat berlayar menuju Tawao-Malaysia.Untuk kasus PT. Hutan Alam Kalimantan, polisi menyita kayu ilegal sebanyak 13. 927 ribu. Penyitaan dimulai sejak 13 Mei 2004 dari Desa Merapun, Kecamatan Kelai, Kabupaten Berau. Sementara itu, Ir. T dan HK bin TA terlibat kasus ilegal berdasarkan penyidikan pada 14 April 2004 yang menemukan 7700 meter kubik kayu log milik CV. HKU di Desa Tanjung Parapat, Kecamatan Biduk-Biduk, Kebupaten Berau. "Kayu-kayu itu tidak mempunyai dokumen dan alat-alat beratnya tidak ada izin pendaratan," kata Paiman.
PP RI No.30 Thn.2003 Tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani)Jum'at, 02 April 2004 09:58 WIB
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, maka Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1999 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (PERUM PERHUTANI) perlu disesuaikan; b. bahwa berhubung dengan hal tersebut di atas, maka dipandang perlu untuk mengatur kembali Perusahaan Umum Kehutanan Negara (PERUM PERHUTANI) dengan Peraturan Pemerintah; Mengingat :1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1989); 3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419) ; 5. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888); 6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (PERUM) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3732); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (PERSERO) Perusahaan Umum (PERUM), dan Perusahaan Jawatan (PERJAN) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4137); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206);
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, maka Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1999 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (PERUM PERHUTANI) perlu disesuaikan; b. bahwa berhubung dengan hal tersebut di atas, maka dipandang perlu untuk mengatur kembali Perusahaan Umum Kehutanan Negara (PERUM PERHUTANI) dengan Peraturan Pemerintah; Mengingat :1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1989); 3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419) ; 5. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888); 6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (PERUM) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3732); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (PERSERO) Perusahaan Umum (PERUM), dan Perusahaan Jawatan (PERJAN) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4137); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206);
Pembalakan hutan secara liar di Kalimantan Tengah sulit diatasi karena berhubungan dengan sosial-ekonomi masyarakat, sempitnya lapangan kerja, dan lemahnya penegakan hukum. "Kondisinya sudah karut-marut dan sulit diatasi," kata Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang di Palangkaraya, hari ini. Selain faktor ekonomi, kata Teras, praktek liar ini melibatkan aparat untuk mengeruk keuntungan pribadi. Aparat sengaja memberi peluang para cukong kayu, pengusaha, dan penebang liar membalak hutan. Modus pembalakan, kata Teras, ada dua jenis. Pertama, pengusaha melanggar izin operasi yang dimiliki. Padahal mereka adalah pengusaha sah yang memiliki izin. Kedua, para pencari kayu dan penebang yang tidak memiliki izin tapi tetap merambah hutan. "Pengusaha sering menebang pohon di luar rencana kerja tahunan," katany
Akankah Hutan Adat Loksado Menangis?
Potensi Alam Hutan Loksado, Kalimantan Selatan.
Oleh Rudy R UdurDirektur Program YCHI – Banjarbaru
Dirampok di Tanah Sendiri
Kalimantan merupakan daerah dengan kekayaan hayati yang mengagumkan. Sedikitnya ada 11.000 spesies bunga: 10 genre dan 270 Dipterocarpaceae, 221 spesies binatang buas, termasuk 92 jenis kelelawar, 15 spesies mamalia laut, 14 jenis primata, dan 549 spesies burung (Muller, 1990:23; Cleary and Eaton, 1992: 18-192). Namun, kekayaan hayati yang dimiliki ini belum dimanfaatkan secara optimal tetapi sudah ada yang mencuri. Misalnya, Kosmetika Jepang dengan Merk Sheseido mematenkan 9 bahan obat-obatan dari Indonesia yang salah satunya digunakan untuk perawatan kulit. Baru-baru ini, Yayasan Balikpapan Orang Utan Survival (BOS) memaparkan penemuannya berupa manggis hutan Barito yang dapat digunakan sebagai obat AIDS ditemukan oleh seorang mahasiswa Amerika, pada tahun 1992. Namun, habitat manggis hutan itu sekarang ternyata telah dibabat oleh perusahaan HPH.
Dalam UUD 1945 pasal 33, seharusnya air, udara, dan tanah dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, namun sampai saat ini perimbangan manfaat lebih banyak dinikmati oleh pengusaha atau pihak lain yang melakukan eksploitasi kekayaan sumberdaya alam. Masyarakat masih dibiarkan menjadi penonton. Pengalaman perkebunan sawit di Kecamatan Manismata, Marau, dan Jalai Hulu ternyata mengakibatkan wabah belalang yang merusak ribuan hektar padi. Penyebab wabah belalang ini adalah kehancuran habitat hutan tempat berkembang biak dan musnahnya musuh alami belalang tersebut mati karena hutan dibabat untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit. Banuak kasus HTI (Hutan Tanaman Industri) dan HPH (Hak Pengusaha Hutan) telah merambah tanah tanah kawasan Adat, yang menurut pemerintah selama ini adalah hutan negara yang boleh diapakan saja oleh pemerintah tanpa memandang: keberadaan tata guna lahan (land use) dan sistem penguasaan tanah (land tenure) yang telah dipakai masyarakat setempat secara turun temurun tanpa adanya konflik yang berarti (Tim Studi YCHI, Hegar Wahyu Hidayat – Damang Udas – Ayal Kosal: 2003). Intimidasi dilakukan oleh pemerintah dengan aparat keamanan kepada rakyat yang tidak setuju dengan perkebunan skala besar HTI ataupun HPH terjadi di banyak wilayah Kalimantan.
Wilayah Balai Malaris, Loa Panggang, Haratai, dan Waja, secara keseluruhan, nilai penting dari kawasan adatnya adalah sebagai sumber potensi ekonomi, setidaknya ada 62 jenis tanaman, sebagai sumber makanan setidaknya ada 89 jenis tanaman, sebagai sumber bahan bangunan setidaknya ada 64 jenis tanaman, sebagai sumber penunjang kegiatan rumah tangga setidaknya ada 42 jenis tanaman, sebagai sumber kerajinan ada 25 jenis tanaman potensial, sebagai pendukung upacara adat disediakan setidaknya 9 jenis tanaman, dan untuk keperluan lainnya diperoleh setidaknya 9 jenis tanaman. Semuanya bersumber dari 41 jenis akar, 36 jenis daun, 82 jenis batang, 5 jenis getah, 11 jenis kulit, 72 jenis buah dan 1 jenis fungsi secara tidak langsung (Tim Studi Land Use dan Potensi YCHI – Masyarakat Malaris - Loa Panggang, Haratai – Waja: 2003).
Salah Urus Sumberdaya Alam Hutan Kalimantan
Menurut tim Studi YCHI, kerusakan hutan dan pembagian manfaat yang adil (Equity Sharing benefit) karena sistem pengelolaan yang diatur oleh berbagai macam kebijakan pemerintah belum memberikan peluang yang cukup lebar terhadap partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan dan tidak adanya penghargaan terhadap sistem pengelolaan hutan masyarakat adat yang telah terbukti di beberapa kawasan Kalimantan Selatan. Khususnya, kawasan Balai Malaris dapat mempertahankan keberadaan luas kawasan berhutan tidak menimbulkan konflik yang kontraproduktif terhadap keberadaan hutan dan sosio-kultural masyarakat. Misalnya, dari hasil groundcheck Tim Studi land use YCHI sangat jelas terlihat adanya patok hutan lindung (dari danan DAK – DR) pada kawasan produksi masyarakat, misalnya, pada kawasan perladangan. Padahal, dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, sangat jelas dikatakan bahwa kawasan hutan lindung tidak boleh dimanfaatkan untuk hal-hal yang mengganggu keseimbangan ekosistem, apalagi perladangan. Penentuan status kawasan semacam ini mengindikasikan bahwa penerapan kawasan lindung tidak melalui proses konsultasi dan membangun kesepakatan dengan masyarakat. Jauh sekali adanya proses penetapan kawasan yang berbasis sistem kelola lokal dan tata guna (land use land tenure).
Di kawasan Balai Malaris dan Loa Panggang serta Balai Haratai, minimal terdapat beberapa penerapan status wilayah menurut mintakat lokal (semacam peruntukan lahan), seperti kawasan pemukiman, kawasan perladangan (pahumaan), kawasan perkebunan (kabun), kabun buah, kayuan (sejenis kawasan lindung setempat), dan kawasan keramat, seperti kuburan dan wilayah-wilayah tertentu yang telah ditetapkan oleh masyarakat dengan aturan-aturan adat tersendiri. Dari hasil survei lapangan dan pemetaan partisipatif yang dilakukan Tim Studi Land Use dan Land Tenure, setelah dilakukan overlay dengan peta kawasan lindung versi pemerintah, ternyata sebagian besar wilayah Balai Malaris dalam status lindung. Namun, pada kenyataannya, kawasan tersebut adalah kawasan produksi, seperti ladang dan kebun karet, menurut versi lokal. Perbedaan peruntukan inilah yang seringkali menimbulkan konflik.
Dalam sistem kepemilikan lahan, masyarakat Balai Malaris, Loa Panggang, Haratai, dan Waja, dapat dikatakan memliliki sistem kepemilikan yang sama berdasarkan warisan, jual beli untuk kawasan produksi, sedangkan kawasan lindung (kayuan hak kepemilikannya adalah komunal berdasarkan wilayah balai masing masing dengan aturan aturan tertentu.
Kawasan Kecamatan Loksado, khususnya Balai Malaris, Loa Panggang, Haratai, dan Balai Waja, pada saat ini, relatif belum terancam kelestarian potensi SDA Hutannya maupun adat istiadat serta upacara-upacara keagamaan yang berhubungan erat dengan pemanfaatan SDA. Relatif hanya penetapan status kawasan lindung yang saat ini berbenturan dengan tata guna lahan masyarakat adat, serta hak kepemilikan dan pengelolaan yang belum dapat disinergikan. Namun, apabila sistem pengelolaan dan hak partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan dan pengambilan manfaat dari pengelolaan SDA hutan di kawasan ini masih mengacu pada aturan negara tanpa ada inisiatif Pemerintah Daerah untuk memulai adanya sistem pengelolaan dan sistem penetapan status kawasan yang berbasis aturan lokal yang dinilai dapat menjamin pemanfaatan SDA yang lestari dan pembagian manfaat (benefit sharing) yang adil antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat, maka hutan adat di kawasan ini berada dalam posisi genting untuk menuju kerusakan. Potensi konflik vertikal akan menjadi semakin besar dan masyarakat adat tetap tidak dapat menikmati harta yang menjadi hak mereka dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan. Kondisi SDA hutan kawasan Loksado yang masih relatif bagus merupakan peluang besar bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan untuk menjadi pioner dalam mengambil inisiatif adanya ‘model pengelolaan hutan berbasis aturan lokal di Kalimantan Selatan,” yang menjamin adanya pemanfaatan SDA Hutan yang lestari dan pembagian manfaat yang adil. Untuk mewujudkan hal ini, tentu komunikasi, koordinasi, dan interaksi antarpihak-pihak terkait seharusnya bisa seintensif mungkin dilakukan. Kalau tidak…, Hutan Adat di kawasan Loksado akan menangis, seperti di wilayah-wilayah lain di Kalimantan.
Potensi Alam Hutan Loksado, Kalimantan Selatan.
Oleh Rudy R UdurDirektur Program YCHI – Banjarbaru
Dirampok di Tanah Sendiri
Kalimantan merupakan daerah dengan kekayaan hayati yang mengagumkan. Sedikitnya ada 11.000 spesies bunga: 10 genre dan 270 Dipterocarpaceae, 221 spesies binatang buas, termasuk 92 jenis kelelawar, 15 spesies mamalia laut, 14 jenis primata, dan 549 spesies burung (Muller, 1990:23; Cleary and Eaton, 1992: 18-192). Namun, kekayaan hayati yang dimiliki ini belum dimanfaatkan secara optimal tetapi sudah ada yang mencuri. Misalnya, Kosmetika Jepang dengan Merk Sheseido mematenkan 9 bahan obat-obatan dari Indonesia yang salah satunya digunakan untuk perawatan kulit. Baru-baru ini, Yayasan Balikpapan Orang Utan Survival (BOS) memaparkan penemuannya berupa manggis hutan Barito yang dapat digunakan sebagai obat AIDS ditemukan oleh seorang mahasiswa Amerika, pada tahun 1992. Namun, habitat manggis hutan itu sekarang ternyata telah dibabat oleh perusahaan HPH.
Dalam UUD 1945 pasal 33, seharusnya air, udara, dan tanah dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, namun sampai saat ini perimbangan manfaat lebih banyak dinikmati oleh pengusaha atau pihak lain yang melakukan eksploitasi kekayaan sumberdaya alam. Masyarakat masih dibiarkan menjadi penonton. Pengalaman perkebunan sawit di Kecamatan Manismata, Marau, dan Jalai Hulu ternyata mengakibatkan wabah belalang yang merusak ribuan hektar padi. Penyebab wabah belalang ini adalah kehancuran habitat hutan tempat berkembang biak dan musnahnya musuh alami belalang tersebut mati karena hutan dibabat untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit. Banuak kasus HTI (Hutan Tanaman Industri) dan HPH (Hak Pengusaha Hutan) telah merambah tanah tanah kawasan Adat, yang menurut pemerintah selama ini adalah hutan negara yang boleh diapakan saja oleh pemerintah tanpa memandang: keberadaan tata guna lahan (land use) dan sistem penguasaan tanah (land tenure) yang telah dipakai masyarakat setempat secara turun temurun tanpa adanya konflik yang berarti (Tim Studi YCHI, Hegar Wahyu Hidayat – Damang Udas – Ayal Kosal: 2003). Intimidasi dilakukan oleh pemerintah dengan aparat keamanan kepada rakyat yang tidak setuju dengan perkebunan skala besar HTI ataupun HPH terjadi di banyak wilayah Kalimantan.
Wilayah Balai Malaris, Loa Panggang, Haratai, dan Waja, secara keseluruhan, nilai penting dari kawasan adatnya adalah sebagai sumber potensi ekonomi, setidaknya ada 62 jenis tanaman, sebagai sumber makanan setidaknya ada 89 jenis tanaman, sebagai sumber bahan bangunan setidaknya ada 64 jenis tanaman, sebagai sumber penunjang kegiatan rumah tangga setidaknya ada 42 jenis tanaman, sebagai sumber kerajinan ada 25 jenis tanaman potensial, sebagai pendukung upacara adat disediakan setidaknya 9 jenis tanaman, dan untuk keperluan lainnya diperoleh setidaknya 9 jenis tanaman. Semuanya bersumber dari 41 jenis akar, 36 jenis daun, 82 jenis batang, 5 jenis getah, 11 jenis kulit, 72 jenis buah dan 1 jenis fungsi secara tidak langsung (Tim Studi Land Use dan Potensi YCHI – Masyarakat Malaris - Loa Panggang, Haratai – Waja: 2003).
Salah Urus Sumberdaya Alam Hutan Kalimantan
Menurut tim Studi YCHI, kerusakan hutan dan pembagian manfaat yang adil (Equity Sharing benefit) karena sistem pengelolaan yang diatur oleh berbagai macam kebijakan pemerintah belum memberikan peluang yang cukup lebar terhadap partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan dan tidak adanya penghargaan terhadap sistem pengelolaan hutan masyarakat adat yang telah terbukti di beberapa kawasan Kalimantan Selatan. Khususnya, kawasan Balai Malaris dapat mempertahankan keberadaan luas kawasan berhutan tidak menimbulkan konflik yang kontraproduktif terhadap keberadaan hutan dan sosio-kultural masyarakat. Misalnya, dari hasil groundcheck Tim Studi land use YCHI sangat jelas terlihat adanya patok hutan lindung (dari danan DAK – DR) pada kawasan produksi masyarakat, misalnya, pada kawasan perladangan. Padahal, dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, sangat jelas dikatakan bahwa kawasan hutan lindung tidak boleh dimanfaatkan untuk hal-hal yang mengganggu keseimbangan ekosistem, apalagi perladangan. Penentuan status kawasan semacam ini mengindikasikan bahwa penerapan kawasan lindung tidak melalui proses konsultasi dan membangun kesepakatan dengan masyarakat. Jauh sekali adanya proses penetapan kawasan yang berbasis sistem kelola lokal dan tata guna (land use land tenure).
Di kawasan Balai Malaris dan Loa Panggang serta Balai Haratai, minimal terdapat beberapa penerapan status wilayah menurut mintakat lokal (semacam peruntukan lahan), seperti kawasan pemukiman, kawasan perladangan (pahumaan), kawasan perkebunan (kabun), kabun buah, kayuan (sejenis kawasan lindung setempat), dan kawasan keramat, seperti kuburan dan wilayah-wilayah tertentu yang telah ditetapkan oleh masyarakat dengan aturan-aturan adat tersendiri. Dari hasil survei lapangan dan pemetaan partisipatif yang dilakukan Tim Studi Land Use dan Land Tenure, setelah dilakukan overlay dengan peta kawasan lindung versi pemerintah, ternyata sebagian besar wilayah Balai Malaris dalam status lindung. Namun, pada kenyataannya, kawasan tersebut adalah kawasan produksi, seperti ladang dan kebun karet, menurut versi lokal. Perbedaan peruntukan inilah yang seringkali menimbulkan konflik.
Dalam sistem kepemilikan lahan, masyarakat Balai Malaris, Loa Panggang, Haratai, dan Waja, dapat dikatakan memliliki sistem kepemilikan yang sama berdasarkan warisan, jual beli untuk kawasan produksi, sedangkan kawasan lindung (kayuan hak kepemilikannya adalah komunal berdasarkan wilayah balai masing masing dengan aturan aturan tertentu.
Kawasan Kecamatan Loksado, khususnya Balai Malaris, Loa Panggang, Haratai, dan Balai Waja, pada saat ini, relatif belum terancam kelestarian potensi SDA Hutannya maupun adat istiadat serta upacara-upacara keagamaan yang berhubungan erat dengan pemanfaatan SDA. Relatif hanya penetapan status kawasan lindung yang saat ini berbenturan dengan tata guna lahan masyarakat adat, serta hak kepemilikan dan pengelolaan yang belum dapat disinergikan. Namun, apabila sistem pengelolaan dan hak partisipasi masyarakat dalam hal pengelolaan dan pengambilan manfaat dari pengelolaan SDA hutan di kawasan ini masih mengacu pada aturan negara tanpa ada inisiatif Pemerintah Daerah untuk memulai adanya sistem pengelolaan dan sistem penetapan status kawasan yang berbasis aturan lokal yang dinilai dapat menjamin pemanfaatan SDA yang lestari dan pembagian manfaat (benefit sharing) yang adil antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat, maka hutan adat di kawasan ini berada dalam posisi genting untuk menuju kerusakan. Potensi konflik vertikal akan menjadi semakin besar dan masyarakat adat tetap tidak dapat menikmati harta yang menjadi hak mereka dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan. Kondisi SDA hutan kawasan Loksado yang masih relatif bagus merupakan peluang besar bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Hulu Sungai Selatan untuk menjadi pioner dalam mengambil inisiatif adanya ‘model pengelolaan hutan berbasis aturan lokal di Kalimantan Selatan,” yang menjamin adanya pemanfaatan SDA Hutan yang lestari dan pembagian manfaat yang adil. Untuk mewujudkan hal ini, tentu komunikasi, koordinasi, dan interaksi antarpihak-pihak terkait seharusnya bisa seintensif mungkin dilakukan. Kalau tidak…, Hutan Adat di kawasan Loksado akan menangis, seperti di wilayah-wilayah lain di Kalimantan.
Seni drama tradisional masyarakat Kutai disebut Mamanda. Istilah mamanda diduga berasal dari istilah pamanda atau paman. Kata tersebut dalam suatu lakon merupakan panggilan raja yang ditujukan kepada menteri, wajir atau mangkubuminya dengan sebutan pamanda menteri, pamanda wajir dan pamanda mangkubumi.
Karena seringnya kata pamanda diucapkan dalam setiap pementasan, maka istilah tersebut menjadi julukan bagi seni pertunjukan itu sendiri.
Seni drama tradisional Mamanda merupakan salah satu seni pertunjukan yang populer di Kutai di masa lalu. Kesenian ini selalu dipertunjukkan pada setiap perayaan nasional, pada acara perkawinan, khitanan dan sebagainya.
Mamanda merupakan salah satu jenis hiburan yang disenangi masyarakat. Mamanda dapat disejajarkan dengan seni Kethoprak dan Ludruk di Jawa. Jika jalan cerita yang disajikan dalam Mamanda adalah tentang sebuah kerajaan, maka pementasan Mamanda tersebut mirip dengan Kethoprak.
Namun jika yang dilakonkan adalah cerita rakyat biasa, maka pementasan Mamanda tersebut mirip dengan Ludruk. Dalam pementasannya, Mamanda selalu menggunakan dua jenis alat alat musik yakni Gendang dan Biola.
Kesenian ini sudah jarang dipentaskan secara terbuka. Namun pada Festival Erau di kota Tenggarong, kesenian Mamanda sering dipertunjukkan secara terbuka untuk mengisi salah satu mata acara hiburan rakyat. Sedangkan melalui media televisi lokal, kesenian Mamanda ditampilkan seminggu sekali.
Karena seringnya kata pamanda diucapkan dalam setiap pementasan, maka istilah tersebut menjadi julukan bagi seni pertunjukan itu sendiri.
Seni drama tradisional Mamanda merupakan salah satu seni pertunjukan yang populer di Kutai di masa lalu. Kesenian ini selalu dipertunjukkan pada setiap perayaan nasional, pada acara perkawinan, khitanan dan sebagainya.
Mamanda merupakan salah satu jenis hiburan yang disenangi masyarakat. Mamanda dapat disejajarkan dengan seni Kethoprak dan Ludruk di Jawa. Jika jalan cerita yang disajikan dalam Mamanda adalah tentang sebuah kerajaan, maka pementasan Mamanda tersebut mirip dengan Kethoprak.
Namun jika yang dilakonkan adalah cerita rakyat biasa, maka pementasan Mamanda tersebut mirip dengan Ludruk. Dalam pementasannya, Mamanda selalu menggunakan dua jenis alat alat musik yakni Gendang dan Biola.
Kesenian ini sudah jarang dipentaskan secara terbuka. Namun pada Festival Erau di kota Tenggarong, kesenian Mamanda sering dipertunjukkan secara terbuka untuk mengisi salah satu mata acara hiburan rakyat. Sedangkan melalui media televisi lokal, kesenian Mamanda ditampilkan seminggu sekali.
1. Tari GantarTarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya.
Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.
Tari Perang
2. Tari Kancet Papatai / Tari PerangTarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari.
Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.
Tari Kancet Ledo
3. Tari Kancet Ledo / Tari GongJika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya Tari Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin.
Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.
4. Tari Kancet LasanMenggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon.
5.Tari LelengTarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.
Tari Hudoq
6. Tari HudoqTarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang buas serta menggunakan daun pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian ini erat hubungannya dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang. Tari Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
7. Tari Hudoq Kita'Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita' dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita' menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita', yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.
8. Tari SerumpaiTarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling bambu).
Tari Belian Bawo
9. Tari Belian BawoUpacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian suku Dayak Benuaq.
10. Tari KuyangSebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.
11. Tari Pecuk KinaTarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.
12. Tari DatunTarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.
13. Tari NgerangkauTari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.
14. Tari Baraga' BagantarAwalnya Baraga' Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.
>> Seni Tari Kutai
Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.
Tari Perang
2. Tari Kancet Papatai / Tari PerangTarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari.
Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.
Tari Kancet Ledo
3. Tari Kancet Ledo / Tari GongJika Tari Kancet Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya Tari Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin.
Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.
4. Tari Kancet LasanMenggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon.
5.Tari LelengTarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.
Tari Hudoq
6. Tari HudoqTarian ini dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang buas serta menggunakan daun pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian ini erat hubungannya dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang. Tari Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
7. Tari Hudoq Kita'Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita' dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita' menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita', yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.
8. Tari SerumpaiTarian suku Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati orang yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat musik Serumpai (sejenis seruling bambu).
Tari Belian Bawo
9. Tari Belian BawoUpacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian suku Dayak Benuaq.
10. Tari KuyangSebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.
11. Tari Pecuk KinaTarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.
12. Tari DatunTarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.
13. Tari NgerangkauTari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.
14. Tari Baraga' BagantarAwalnya Baraga' Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.
>> Seni Tari Kutai
Fungsi Patung Bagi Suku DayakSuku Dayak mengenal seni pahat patung yang berfungsi sebagai ajimat, kelengkapan upacara atau sebagai alat upacara.
Patung AjimatPatung sebagai ajimat terbuat dari berbagai jenis kayu yang dianggap berkhasiat untuk menolak penyakit atau mengembalikan semangat orang yang sakit.
Patung Kelengkapan UpacaraPatung-patung kecil untuk kelengkapan upacara biasanya digunakan saat pelaksanaan upacara adat seperti pelas tahun, kuangkai, dan pesta adat lainnya. Patung kecil ini terbuat dari berbagai bahan, seperti kayu, bambu hingga tepung ketan.
Patung blontang suku Dayak ini mengingatkan kita pada totem yang dimiliki oleh suku Indian di Amerika.
Patung Alat UpacaraPatung sebagai alat upacara contohnya adalah patung blontang yang terbuat dari kayu ulin. Tinggi patung antara 2 - 4 meter dan dasarnya ditancapkan kedalam tanah sedalam 1 meter.
Motif Pahatan Suku DayakSuku Dayak memiliki pola-pola atau motif-motif yang unik dalam setiap pahatan mereka. Umumnya mereka mengambil pola dari bentuk-bentuk alam seperti tumbuhan, binatang serta bentuk-bentuk yang mereka percaya sebagai roh dari dewa-dewa, misalnya Naang Brang, Pen Lih, Deing Wung Loh, dan sebagainya.
Related Links:>> Seni Kriya
-
Patung AjimatPatung sebagai ajimat terbuat dari berbagai jenis kayu yang dianggap berkhasiat untuk menolak penyakit atau mengembalikan semangat orang yang sakit.
Patung Kelengkapan UpacaraPatung-patung kecil untuk kelengkapan upacara biasanya digunakan saat pelaksanaan upacara adat seperti pelas tahun, kuangkai, dan pesta adat lainnya. Patung kecil ini terbuat dari berbagai bahan, seperti kayu, bambu hingga tepung ketan.
Patung blontang suku Dayak ini mengingatkan kita pada totem yang dimiliki oleh suku Indian di Amerika.
Patung Alat UpacaraPatung sebagai alat upacara contohnya adalah patung blontang yang terbuat dari kayu ulin. Tinggi patung antara 2 - 4 meter dan dasarnya ditancapkan kedalam tanah sedalam 1 meter.
Motif Pahatan Suku DayakSuku Dayak memiliki pola-pola atau motif-motif yang unik dalam setiap pahatan mereka. Umumnya mereka mengambil pola dari bentuk-bentuk alam seperti tumbuhan, binatang serta bentuk-bentuk yang mereka percaya sebagai roh dari dewa-dewa, misalnya Naang Brang, Pen Lih, Deing Wung Loh, dan sebagainya.
Related Links:>> Seni Kriya
-
Rumah tradisional suku Dayak dikenal dengan sebutan Lamin. Bentuk rumah adat Lamin dari tiap suku Dayak umumnya tidak jauh berbeda. Lamin biasanya didirikan menghadap ke arah sungai. Dengan bentuk dasar bangunan berupa empat persegi panjang. Panjang Lamin ada yang mencapai 200 meter dengan lebar antara 20 hingga 25 meter. Di halaman sekitar Lamin terdapat patung-patung kayu berukuran besar yang merupakan patung persembahan nenek moyang (blang).
Penggunaan kolong yang tinggi pada LaminPhoto: A.W. Nieuwenhuis, 1900
Lamin berbentuk rumah panggung (memiliki kolong) dengan menggunakan atap bentuk pelana. Tinggi kolong ada yang mencapai 4 meter. Untuk naik ke atas Lamin, digunakan tangga yang terbuat dari batang pohon yang ditakik-takik membentuk undakan dan tangga ini bisa dipindah-pindah atau dinaik-turunkan. Kesemua ini adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi ancaman serangan musuh ataupun binatang buas.
Pada awalnya, Lamin dihuni oleh banyak keluarga yang mendiami bilik-bilik didalam Lamin, namun kebiasaan itu sudah semakin memudar di masa sekarang. Bagian depan Lamin merupakan sebuah serambi panjang yang berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan upacara perkawinan, melahirkan, kematian, pesta panen, dll. Di belakang serambi inilah terdapat deretan bilik-bilik besar. Setiap kamar dihuni oleh 5 kepala keluarga.
Pemukiman suku Dayak di tepi MahakamLukisan: Carl Bock, 1879
Lamin kediaman bangsawan dan kepala adat biasanya penuh dengan hiasan-hiasan atau ukiran-ukiran yang indah mulai dari tiang, dinding hingga puncak atap. Ornamen pada puncak atap ada yang mencuat hingga 3 atau 4 meter. Dinding Lamin milik bangsawan atau kepala adat terbuat dari papan, sedangkan Lamin milik masyarakat biasa hanya terbuat dari kulit kayu.
Penggunaan kolong yang tinggi pada LaminPhoto: A.W. Nieuwenhuis, 1900
Lamin berbentuk rumah panggung (memiliki kolong) dengan menggunakan atap bentuk pelana. Tinggi kolong ada yang mencapai 4 meter. Untuk naik ke atas Lamin, digunakan tangga yang terbuat dari batang pohon yang ditakik-takik membentuk undakan dan tangga ini bisa dipindah-pindah atau dinaik-turunkan. Kesemua ini adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi ancaman serangan musuh ataupun binatang buas.
Pada awalnya, Lamin dihuni oleh banyak keluarga yang mendiami bilik-bilik didalam Lamin, namun kebiasaan itu sudah semakin memudar di masa sekarang. Bagian depan Lamin merupakan sebuah serambi panjang yang berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan upacara perkawinan, melahirkan, kematian, pesta panen, dll. Di belakang serambi inilah terdapat deretan bilik-bilik besar. Setiap kamar dihuni oleh 5 kepala keluarga.
Pemukiman suku Dayak di tepi MahakamLukisan: Carl Bock, 1879
Lamin kediaman bangsawan dan kepala adat biasanya penuh dengan hiasan-hiasan atau ukiran-ukiran yang indah mulai dari tiang, dinding hingga puncak atap. Ornamen pada puncak atap ada yang mencuat hingga 3 atau 4 meter. Dinding Lamin milik bangsawan atau kepala adat terbuat dari papan, sedangkan Lamin milik masyarakat biasa hanya terbuat dari kulit kayu.
Selasa, 1 April 2008Nobel Arsitektur bagi Perancang Kaya Imajinasi
Los Angeles,- Jean Nouvel meraih hadiah Pritzker Architecture Prize 2008, penghargaan paling bergengsi industri arsitektur yang juga sering disebut sebagai Nobel Arsitektur. Perancang asal Prancis berusia 62 tahun itu berhak atas hadiah uang USD 100 ribu (sekitar Rp 920 juta) yang akan diserahkan di Washington DC pada 2 Juni mendatang. Kabar itu diumumkan Hyatt Foundation, lembaga penyelenggara, di markas besarnya Los Angeles, AS, Minggu (30/3) atau kemarin (31/3) WIB. Chairman Hyatt Foundation Thomas Pritzker mengungkapkan, dewan juri memilih Nouvel karena keberaniannya dalam mencari ide-ide baru sekaligus menantang norma-norma yang telah diterima demi memperluas batas-batas bidang. ’’Juri mengakui ketekunan, imajinasi, keceriaan, serta, yang paling penting, semangatnya yang tidak pernah merasa puas untuk melakukan eksperimen kreatif. Kualitas itulah yang banyak terkandung pada karya-karya Nouvel,’’ katanya. Menurut Nouvel, karya-karyanya berupaya merefleksikan modernitas zaman yang bertentangan dengan pemikiran kembali terhadap referensi sejarah. ’’Karya saya berhubungan dengan apa yang terjadi saat ini –teknik dan materi maupun apa yang mampu kita lakukan hari ini,’’ ujarnya. Nouvel dikenal sebagai arsitek di belakang Arab World Institute di Paris. Bangunan itu dibuka pada 1987 setelah diresmikan (mantan) Presiden Prancis Francois Mitterand. Gedung tersebut dipuji luas karena dinilai pintar memanfaatkan pencahayaan alami. Sejumlah lensa logam yang dapat disetel sengaja dipasangkan pada salah satu bagian depan bangunan untuk mengontrol cahaya yang bisa masuk ke dalam. Nouvel juga merancang Musee du Quai Branly. Museum di Paris, Prancis, yang dibuka pada 2006 itu menyimpan karya seni peninggalan berbagai suku dari Asia, Amerika, Oseania, dan Afrika. Seperti pada bangunan Arab World Institute, cahaya memainkan peran integral di museum yang menyimpan barang-barang suci dari kebudayaan non-Barat serta benda sehari-hari –dari keranjang hingga kalung dari kulit kerang serta selimut– tersebut. Cahaya alami terkumpul pada salah satu bagian museum lewat jendela stained-glass biru dan hijau yang menggambarkan rimba serta hutan hujan. Pada bagian lain, kaca hitam yang dilapisi tabir logam berlubang menciptakan efek cahaya bergelombang saat pengunjung museum melintas. Bangunan-bangunan luar biasa lain karya Nouvel di Eropa adalah Cartier Foundation for Contemporary Art di Paris (dibuka pada 1994); Agbar Tower di Barcelona, Spanyol (2005); dan Lyon Opera House di Lyon, Prancis. Gedung konser (concert hall) karya Nouvel saat ini juga sedang dibangun di Copenhagen, Denmark. ’’Nouvel telah mendorong dirinya sendiri maupun orang-orang di sekitarnya untuk mempertimbangkan pendekatan-pendekatan baru atas masalah arsitektur yang konvensional,’’ puji Peter Palumbo, ketua Dewan Juri Pritzker Prize. Meski bagian terpenting karyanya ada di Prancis, Nouvel merancang berbagai proyek di seluruh dunia. Termasuk, Jepang, Spanyol, Inggris, Belanda, Italia, Austria, Republik Ceko, Jerman, Belgia, dan AS. Nouvel juga merupakan arsitek kedua asal Prancis yang meraih Pritzker Prize. Sebelumnya, Christian de Portzamparc memenangkannya pada 1994. Sejumlah arsitek ternama pernah memenangkannya, termasuk tiga arsitek AS, Frank Gehry, Richard Meier, dan Norman Foster. Pritzker Prize diberikan sejak 1979. Menurut Hyatt Foundation, penghargaan itu sengaja diberikan untuk menghormati para arsitek dengan karya-karya yang menunjukkan bakat dan visi ke depan. Upacara penyerahan penghargaan itu diadakan di kota yang berbeda setiap tahun. Tahun ini upacara kembali diadakan di Washington DC, yang menjadi tuan rumah upacara kali pertama. (AFP/dwi)
Los Angeles,- Jean Nouvel meraih hadiah Pritzker Architecture Prize 2008, penghargaan paling bergengsi industri arsitektur yang juga sering disebut sebagai Nobel Arsitektur. Perancang asal Prancis berusia 62 tahun itu berhak atas hadiah uang USD 100 ribu (sekitar Rp 920 juta) yang akan diserahkan di Washington DC pada 2 Juni mendatang. Kabar itu diumumkan Hyatt Foundation, lembaga penyelenggara, di markas besarnya Los Angeles, AS, Minggu (30/3) atau kemarin (31/3) WIB. Chairman Hyatt Foundation Thomas Pritzker mengungkapkan, dewan juri memilih Nouvel karena keberaniannya dalam mencari ide-ide baru sekaligus menantang norma-norma yang telah diterima demi memperluas batas-batas bidang. ’’Juri mengakui ketekunan, imajinasi, keceriaan, serta, yang paling penting, semangatnya yang tidak pernah merasa puas untuk melakukan eksperimen kreatif. Kualitas itulah yang banyak terkandung pada karya-karya Nouvel,’’ katanya. Menurut Nouvel, karya-karyanya berupaya merefleksikan modernitas zaman yang bertentangan dengan pemikiran kembali terhadap referensi sejarah. ’’Karya saya berhubungan dengan apa yang terjadi saat ini –teknik dan materi maupun apa yang mampu kita lakukan hari ini,’’ ujarnya. Nouvel dikenal sebagai arsitek di belakang Arab World Institute di Paris. Bangunan itu dibuka pada 1987 setelah diresmikan (mantan) Presiden Prancis Francois Mitterand. Gedung tersebut dipuji luas karena dinilai pintar memanfaatkan pencahayaan alami. Sejumlah lensa logam yang dapat disetel sengaja dipasangkan pada salah satu bagian depan bangunan untuk mengontrol cahaya yang bisa masuk ke dalam. Nouvel juga merancang Musee du Quai Branly. Museum di Paris, Prancis, yang dibuka pada 2006 itu menyimpan karya seni peninggalan berbagai suku dari Asia, Amerika, Oseania, dan Afrika. Seperti pada bangunan Arab World Institute, cahaya memainkan peran integral di museum yang menyimpan barang-barang suci dari kebudayaan non-Barat serta benda sehari-hari –dari keranjang hingga kalung dari kulit kerang serta selimut– tersebut. Cahaya alami terkumpul pada salah satu bagian museum lewat jendela stained-glass biru dan hijau yang menggambarkan rimba serta hutan hujan. Pada bagian lain, kaca hitam yang dilapisi tabir logam berlubang menciptakan efek cahaya bergelombang saat pengunjung museum melintas. Bangunan-bangunan luar biasa lain karya Nouvel di Eropa adalah Cartier Foundation for Contemporary Art di Paris (dibuka pada 1994); Agbar Tower di Barcelona, Spanyol (2005); dan Lyon Opera House di Lyon, Prancis. Gedung konser (concert hall) karya Nouvel saat ini juga sedang dibangun di Copenhagen, Denmark. ’’Nouvel telah mendorong dirinya sendiri maupun orang-orang di sekitarnya untuk mempertimbangkan pendekatan-pendekatan baru atas masalah arsitektur yang konvensional,’’ puji Peter Palumbo, ketua Dewan Juri Pritzker Prize. Meski bagian terpenting karyanya ada di Prancis, Nouvel merancang berbagai proyek di seluruh dunia. Termasuk, Jepang, Spanyol, Inggris, Belanda, Italia, Austria, Republik Ceko, Jerman, Belgia, dan AS. Nouvel juga merupakan arsitek kedua asal Prancis yang meraih Pritzker Prize. Sebelumnya, Christian de Portzamparc memenangkannya pada 1994. Sejumlah arsitek ternama pernah memenangkannya, termasuk tiga arsitek AS, Frank Gehry, Richard Meier, dan Norman Foster. Pritzker Prize diberikan sejak 1979. Menurut Hyatt Foundation, penghargaan itu sengaja diberikan untuk menghormati para arsitek dengan karya-karya yang menunjukkan bakat dan visi ke depan. Upacara penyerahan penghargaan itu diadakan di kota yang berbeda setiap tahun. Tahun ini upacara kembali diadakan di Washington DC, yang menjadi tuan rumah upacara kali pertama. (AFP/dwi)
ontianak,- Pasangan Cornelis-Christiandy Sanjaya yang memenangi Pemilu Kepala Daerah Kalimantan Barat dilantik Senin (14/1) pagi. Menteri Dalam Negeri Mardiyanto yang akan melantik pengganti Usman Jafar-LH Kadir itu di DPRD Kalbar. Sehari sebelum pelantikan, dilaksanakan upacara adat Dayak Kanayatn di Pendopo Gubernur Kalbar Jalan Ahmad Yani. Ritual ini disebut Adat Sabuah Siam Jalu Satu Ekor. “Ini untuk keselamatan pindah rumah sekaligus menerangkan kalau Cornelis itu Gubernur Kalbar,” kata Timanggong Alip Sidong yang memimpin ritual tersebut. Pria dari Desa Gombang, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak ini mengungkapkan, ritual yang digelar untuk memberitahukan kepada keramat tanah, air, bulan, buah, bintang, halaman, panyugu dan orangtua. “Ritual ini bisa juga kita sebut dengan pelantikan secara adat,” ujarnya. Ritual adat ini dilaksanakan sekitar pukul 10.00 WIB. Baik Cornelis maupun Christiandy Sanjaya tidak hadir. Seluruh sisi Pendopo Gubernur diberkati. Bahkan masyarakat yang hadir saat ritual juga diberkati dengan memberikan tanda pada kening. Orang Dayak menyebut calek. Sementara itu, sejumlah staf Kantor Gubernur Kalbar mengemasi fasilitas yang ada di pendopo. Gedung sudah kosong sejak dua pekan lalu. Pada pelantikan pagi ini, tak kurang 700 undangan telah disebar. Selain itu juga disiarkan langsung melalui layar televisi. “Kita minta pelantikan besok (hari ini, red) berlangsung aman serta lancar. Masyarakat kita harapkan tak memaksa untuk dapat menyaksikan langsung proses pelantikan gubernur serta wakil gubernur, cukup menyaksikan langsung dari rumah masing-masing melalui layar televisi,” ujar Agustiansyah dari Humas Sekretariat Daerah DPRD Provinsi Kalbar kepada Pontianak Post, Minggu (13/1). Dia mengingatkan, gedung dengan kapasitas terbatas tersebut tidak akan sanggup menampung luapan masyarakat yang ingin melihat momen lima tahun sekali ini. Untuk membantu serta mengajak masyarakat merasakan langsung suasana bersejarah tersebut, sejak pukul 10.00 WIB dimulainya acara tersebut, bakal disiarkan mengudara langsung melalui TVRI serta RRI. Bahkan antusiasme para jurnalis ditunjukkan dengan besarnya minat untuk dapat meliput langsung kegiatan tersebut. Untuk diketahui, tidak semua wartawan dapat mereportase kegiatan, terkecuali mereka yang dilengkapi dengan identitas khusus. Karuan sejumlah protes dilancarkan beberapa wartawan yang tak kebagian kartu peliputan khusus tersebut. “Kita minta maaf, karena keterbatasan undangan, tidak semua bisa kita akomodir,” ungkap Agus, sapaan akrabnya. Sejak kemarin, masih tampak kesibukan staff Sekretariat DPRD Kalbar dalam memersiapkan rangkaian acara yang bakal dihadiri Mendagri Mardiyanto pagi ini. Gedung DPRD yang terletak di Jalan Ahmad Yani tersebut tak seperti hari biasanya, di mana telah terpasang umbul-umbul serta lembaran kain berwarna merah putih sepanjang pagar depan gedung tersebut. Hal itu bak mengisyaratkan bahwa sedang berlangsung sebuah seremoni akbar ketika itu. Pemandangan yang sedikit mengasyikkan lebih kentara di dalam Balirungsari, tempat dilangsungkannya prosesi pelantikan. Pada meja panjang depan tempat biasanya pimpinan dewan memimpin sidang, berjejer delapan papan nama membelakangi delapan kursi. Delapan papan nama tersebut dari kiri ke kanan yakni Christiandy Sanjaya, wakil gubernur terpilih; Cornelis, gubernur terpilih; Wakil Gubernur LH Kadir; Gubernur Usman Jafar; Mendagri Mardiyanto; Zulfadhli, ketua DPRD Provinsi Kalbar; serta masing-masing wakil-wakil ketua DPRD yakni Yuhelmi, KH Chairuman Arrahbini, dan M Arya Tanjungpura. Pada sisi kiri undangan meja barisan depan, dari tulisan yang terpampang pada masing-masing kursi bakal ditempati rombongan Mendagri, termasuk diantaranya Dirjend Otonomi Daerah S Situmorang serta Dirjend Pembangunan Daerah Syamsul Arief. Mereka berada satu barisan besama beberapa Anggota DPD-RI serta DPR-RI. Pada barisan kedua tertulis Gubernur DKI Jakarta bersama seluruh gubernur se-Kalimantan. Mereka bakal duduk berdampingan bersama Pangdam Tanjungpura, Kapolda Kalbar, Danrem 121/ABW, Kajati Kalbar, serta Ketua Pengadilan Tinggi Kalbar. Sedangkan barisan ketiga menjadi tempat duduk para Ketua DPRD seluruh Kalimantan beserta para mantan calon gubernur Pilgub 2007, para mantan gubernur dan wakil gubernur, serta para keluarga dari gubernur dan wakil gubernur terpilih. Jajaran ini membelakangi seluruh wali kota serta bupati se-Kalbar yang duduk dalam satu barisan. Sisi kiri nantinya bakal ditempati para istri undangan-undangan resmi tersebut. Mereka bakal satu barisan bersama Ketua KPUD Kalbar, Ketua Panwas Kalbar, Para Komandan Kodim, Para Kapolres, serta beberapa Pengurus DPP PDI Perjuangan. Sayangnya belum diperoleh informasi siapa-siapa saja figur dari pengurus pusat partai berlambang banteng bermoncong putih tersebut, menyaksikan pelantikan itu. Sementara di belakang tepat para Anggota DPRD Provinsi Kalbar yang menempati bagian tengah ruangan, bakal duduk para kepala dinas di sisi belakang sebelah kanan serta perwakilan partai-partai politik di sebelah kiri. Tempat bakal diambil sumpah jabatan telah tertata dengan rapi. Bahkan kamera-kamera untuk merekam momen penting tersebut telah terpasang pada tiga sisi, untuk mengabadikan pelantikan gubernur dan wakil gubernur pertama pilihan rakyat Kalbar. Pengamanan Pelantikan Sebanyak 5900 polisi terlibat dalam pengamanan pelantikan Gubernur terpilih. Jalan masuk ke arah kota dari perbatasan daerah dijaga ketat. Sekitar 40 titik rawan diantisipasi pihak kepolisian. Kepala Kepolisian Daerah Kalbar, Brigadir Jenderal Polisi Zainal Abidin Ishak, kepada Pontianak Post, mengatakan pihaknya telah siap melakukan pengamanan dalam pelaksanaan pelantikan Gubernur dan wakil Gubernur Kalbar. “Ribuan personil tersebut dari seluruh jajaran Polda se-Kalbar. Poltabes Pontianak selaku daerah pelaksanaan pelantikan, mengerahkan sekitar 1500 personil,” ungkapnya. Selain itu, pengamanan juga ditambah 500 personil TNI. Persiapan pengamanan, lanjutnya, telah dilakukan sejak sepekan lalu. Beberapa operasi dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan keamanan menjelang pelantikan. Kapolda mencontohkan, operasi Cipta Kondisi keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas), operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) dan razia-razia rutin terhadap kendaraan dengan sasaran senjata tajam dan barang-barang yang diduga kuat dapat merusak kondisi Kamtibmas yang kondusif. “Sejauh ini, situasi cukup aman terkendali,” tukasnya. Selain itu, untuk mengamankan jalannya pelantikan dan menghindari adanya konsentrasi massa ke Kota Pontianak, Kapolda juga mengerahkan personil untuk memperketat jalan masuk ke Kota Pontianak. Pengetatan juga dilakukan seluruh jajaran Polda Kalbar, tepatnya di tingkat Polres-Polres. Pergerakan massa, dari daerah ke Kota Pontianak, sejauh mungkin dihindari, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Termasuk kemungkinan adanya pihak-pihak yang menyusup, dan bertujuan memanfaatkan situasi sehingga situasi tak lagi kondusif. Kapolda mengimbau, agar masyarakat yang berasal dari daerah-daerah, untuk tidak berbondong-bondong datang ke Kota Pontianak, hanya sekadar menyaksian prosesi pelantikan. “Setiap prosesi pelantikan gubernur dan wakilnya, dapat disaksikan langsung oleh masyarakat melalui siaran televisi, serta didengarkan melalui siaran radio,” katanya. 40 Titik Rawan Kepala Kepolisian Kota Besar Pontianak, Komisaris Besar Polisi, Awang Anwaruddin, kepada Pontianak Post menambahkan, pihaknya sejak pukul 11.00 WIB, Minggu kemarin, telah melakukan persiapan-persiapan untuk pengamanan pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalbar. “Siang tadi kita adakan gladi bersih pengawalan gubernur terpilih,” ungkapnya. Sekitar 100 personil polisi, yang terdiri dari Satuan Lalu Lintas dan Satuan Intelijen, terlibat dalam pengawalan gubernur terpilih. Rutenya, kata Kapoltabes, dari Rumah Adat, gubernur terpilih menuju ke DPRD Kalbar. Dari DPRD Kalbar, gubernur terpilih dikawal menuju Kantor Gubernur, dan selanjutnya dari Kantor Gubernur, dikawal menuju Kediaman Gubernur di Jalan A Yani. Sedangkan untuk pengawalan mantan gubernur, pengawalan tidak seketat untuk gubernur terpilih. Rute pengawalan dilakukan dari kediaman di Jalan Aliayang, hingga ke DPRD Kalbar. Sementara itu, 40 titik rawan yang diantisipasi pihak kepolisian, telah ditempatkan personil untuk pengamanan terbuka dan tertutup. “Puluhan titik rawan tersebut semua berada di Kota Pontianak,” katanya. Sementara itu, sembilan pintu masuk ke Kota Pontianak juga dijaga ketat sejak sepekan lalu. Pukul 06.00 WIB pagi, jajaran Poltabes Pontianak telah melaksanakan apel persiapan pengawalan, dan sekaligus ruangan dan lingkungan DPRD Kalbar, distrelisasi dari pengunjung. “Karena malamnya masih ada kegiatan gladi resik pelantikan di gedung DPRD Kalbar. Sedangkan menjelang pelantikan, masih banyak panitia yang akan melakukan persiapan di gedung tersebut,” ujarnya.(mnk/othe/lev)
tikel Terkait:
Ekoturisme: Keliling Dunia dengan Pikiran Membumi
Selasa, 1 April 2008 22:26 WIB
PONTIANAK, SELASA - Rencana aksi untuk menindaklanjuti kesepakatan tiga negara, Indonesia-Malaysia-Brunei Darussalam, tentang pengelolaan kawasan hutan seluas 22 juta hektar di ‘jantung’ Kalimantan (Heart of Borneo-HoB), akan dibahas dalam pertemuan Trilateral Kedua HoB (The 2nd HoB Trilateral Meeting), Selasa-Minggu (1-6/4), di Pontianak.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sebagai salah satu anggota delegasi dari Indonesia, berupaya mendorong pengembangan pariwisata berbasis lingkungan atau ecoturism untuk mewujudkan HoB menjadi kawasan konservasi yang mendatangkan kesejahteraan bagi penduduk setempat.
“Pengelolaan sinergis HoB diharapkan dapat memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat yang menghuni kawasan itu. Aspek pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat diharapkan bisa berjalan paralel, salah satunya dengan mendorong pengembangan ecoturism,” kata Kepala Badan Perencanaan Daerah Kalbar Fathan A Rasyid, Selasa (1/4).
Komitmen tiga negara untuk melestarikan dan mengelola hutan yang menjadi salah satu pusat biodiversitas dunia di Pulau Kalimantan dalam HoB, dideklarasikan di Bali pada Februari 2007. Kawasan yang tercakup dalam HoB meliputi Indonesia (sebagian Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur-57,1 persen, Malaysia (Sabah dan Sarawak-42,3 persen), dan Brunei Darussalam (0,6 persen).
Menurut Fathan, pengembangan ecoturism menjadi pilihan pengelolaan yang akan diusulkan Kalbar, mengingat potensi alam di kawasan itu cukup besar dan sulit dijumpai di belahan dunia lainnya. Di Kalbar sendiri yang sekitar 4 juta hektar wilayahnya masuk dalam HoB, memiliki potensi ecoturism Taman Nasional Danau Sentarum dan Taman Nasional Betung Kerihun yang layak dipromosikan ke seluruh dunia.
“Pengembangan ecoturism ini sekaligus mendukung program pemerintah pusat Visit Indonesia Year 2008,” katanya. Peluang pengembangan ecoturism yang menyedot wisatawan mancanegara, khususnya ke Kalbar, didukung dengan pemberian fasilitas visa on arrival-Voa di Bandara Supadio Pontianak dan Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong.
Fasilitas ini diberikan melalui surat keputusan Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi dan Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, pada 9 Maret 2008. Pertemuan tiga negara di Pontianak kali ini akan diikuti 220 peserta. Pertemuan yang berlangsung di Hotel Grand Mahkota ini dibuka secara resmi pada Jumat (4/4).
Ekoturisme: Keliling Dunia dengan Pikiran Membumi
Selasa, 1 April 2008 22:26 WIB
PONTIANAK, SELASA - Rencana aksi untuk menindaklanjuti kesepakatan tiga negara, Indonesia-Malaysia-Brunei Darussalam, tentang pengelolaan kawasan hutan seluas 22 juta hektar di ‘jantung’ Kalimantan (Heart of Borneo-HoB), akan dibahas dalam pertemuan Trilateral Kedua HoB (The 2nd HoB Trilateral Meeting), Selasa-Minggu (1-6/4), di Pontianak.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sebagai salah satu anggota delegasi dari Indonesia, berupaya mendorong pengembangan pariwisata berbasis lingkungan atau ecoturism untuk mewujudkan HoB menjadi kawasan konservasi yang mendatangkan kesejahteraan bagi penduduk setempat.
“Pengelolaan sinergis HoB diharapkan dapat memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat yang menghuni kawasan itu. Aspek pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat diharapkan bisa berjalan paralel, salah satunya dengan mendorong pengembangan ecoturism,” kata Kepala Badan Perencanaan Daerah Kalbar Fathan A Rasyid, Selasa (1/4).
Komitmen tiga negara untuk melestarikan dan mengelola hutan yang menjadi salah satu pusat biodiversitas dunia di Pulau Kalimantan dalam HoB, dideklarasikan di Bali pada Februari 2007. Kawasan yang tercakup dalam HoB meliputi Indonesia (sebagian Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur-57,1 persen, Malaysia (Sabah dan Sarawak-42,3 persen), dan Brunei Darussalam (0,6 persen).
Menurut Fathan, pengembangan ecoturism menjadi pilihan pengelolaan yang akan diusulkan Kalbar, mengingat potensi alam di kawasan itu cukup besar dan sulit dijumpai di belahan dunia lainnya. Di Kalbar sendiri yang sekitar 4 juta hektar wilayahnya masuk dalam HoB, memiliki potensi ecoturism Taman Nasional Danau Sentarum dan Taman Nasional Betung Kerihun yang layak dipromosikan ke seluruh dunia.
“Pengembangan ecoturism ini sekaligus mendukung program pemerintah pusat Visit Indonesia Year 2008,” katanya. Peluang pengembangan ecoturism yang menyedot wisatawan mancanegara, khususnya ke Kalbar, didukung dengan pemberian fasilitas visa on arrival-Voa di Bandara Supadio Pontianak dan Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) Entikong.
Fasilitas ini diberikan melalui surat keputusan Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi dan Pariwisata, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, pada 9 Maret 2008. Pertemuan tiga negara di Pontianak kali ini akan diikuti 220 peserta. Pertemuan yang berlangsung di Hotel Grand Mahkota ini dibuka secara resmi pada Jumat (4/4).
Sabtu, Maret 29, 2008
kalimantan ku
Disaat pulau kalimantan masih kaya dengan sumber daya alamnya,begitu banyak pula orang yang datang dan memuja pulau kalimantan.tetapi setelah semuanya di palak apakah hal itu masih terjadi?adakah yang peduli dengan nasib generasi muda kalimantan?bagaimanakah nasib pulau borneo?apa sih beda semua itu dengan masa penjajahan dahulu??
Selasa, Maret 25, 2008
Langganan:
Postingan (Atom)